ESG adalah: Pengertian, Aturan, dan Cara Menerapkan

RWI Consulting – Tidak ada perusahaan yang benar benar netral. Setiap keputusan meninggalkan jejak pada lingkungan, manusia, dan tata kelola. ESG hadir sebagai bahasa bersama untuk memastikan pertumbuhan tidak mengorbankan keberlanjutan.
Artikel ini merangkum ESG adalah apa, mengapa relevan bagi bisnis di Indonesia, bagaimana pasar modal merespons, serta langkah praktis memulai program yang kredibel.

Apa Itu ESG dan Mengapa Penting?
ESG adalah singkatan dari Environmental, Social, and Governance tiga pilar yang membentuk standar keberlanjutan dan etika dalam menjalankan bisnis. Secara sederhana, ESG menuntut perusahaan untuk tidak hanya fokus pada laba, tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan, masyarakat, dan tata kelola internalnya.
Baca: Manfaat ESG untuk Perusahaan
Dalam praktiknya, ESG bukan sekadar label. Perusahaan yang serius menerapkan prinsip ESG akan menyusun kebijakan dan aktivitas yang selaras dengan ketiga aspek tersebut. Artinya:
- Menjaga dampak lingkungan (misalnya pengelolaan limbah, efisiensi energi),
- Menghormati nilai sosial (seperti kesejahteraan karyawan, inklusi, dan hak asasi),
- Serta membangun tata kelola yang transparan dan akuntabel.
Mengapa ini penting? Karena investor dan konsumen kini semakin selektif. Mereka mencari perusahaan yang tidak hanya untung, tapi juga punya nilai. Dalam banyak kasus, reputasi dan keberlanjutan menjadi faktor penentu dalam pengambilan keputusan.
Manfaat ESG: Lebih dari Sekadar Citra Positif
Penerapan ESG membawa manfaat nyata bagi bisnis. Berdasarkan sumber resmi, ESG dapat membantu perusahaan:
- Mengelola risiko dengan lebih baik—terutama risiko lingkungan, sosial, dan kepatuhan,
- Meningkatkan efisiensi operasional, karena penggunaan sumber daya yang lebih bijak,
- Membuka akses modal, karena banyak investor kini mewajibkan kriteria ESG dalam portofolio mereka,
- Meningkatkan daya saing, khususnya di pasar global yang makin menuntut standar keberlanjutan,
- Memperkuat keterlibatan karyawan, melalui kebijakan ketenagakerjaan yang adil, aman, dan inklusif.
Risiko Bila ESG Terabaikan
Namun, sebaliknya, mengabaikan ESG juga bukan tanpa konsekuensi. Risiko muncul saat perusahaan tidak memahami atau melalaikan standar keberlanjutan yang berlaku baik secara hukum maupun moral.
Dari sisi hukum, perusahaan bisa menghadapi tuntutan atau sanksi atas pelanggaran regulasi lingkungan atau ketenagakerjaan. Dari sisi reputasi, publik dan investor bisa kehilangan kepercayaan jika perusahaan dinilai tidak bertanggung jawab.
Karena itu, memahami ESG bukan lagi pilihan tambahan, tapi bagian dari strategi inti perusahaan yang ingin bertahan dan tumbuh secara berkelanjutan.
Baca: Keberlanjutan (Sustainable) dan Kaitannya dengan ESG
Regulasi ESG dan Kebijakan di Indonesia
Di Indonesia, penerapan ESG semakin sering dikaitkan dengan upaya memperkuat praktik keberlanjutan yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai contoh:
- POJK 51 yang mengatur kewajiban pelaporan keberlanjutan oleh lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik, tidak tercakup dalam referensi yang dirujuk.
Meski begitu, sumber-sumber yang digunakan tetap menegaskan bahwa ESG dipandang sebagai standar yang relevan dan strategis untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di tingkat korporasi.
ESG memberi arah yang jelas: praktik bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, memperhatikan aspek sosial, dan dijalankan dengan tata kelola yang baik.
Pandangan ini menjadi landasan penting bagi perusahaan saat menyusun strategi kepatuhan, menyusun laporan pengungkapan, dan membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan bahkan ketika regulasi lokal masih dalam tahap berkembang.
Standar Pelaporan: GRI dan Rujukan ISSB
Menulis laporan keberlanjutan bukan sekadar menyusun narasi yang terdengar positif. Tanpa acuan yang jelas, pengungkapan bisa jatuh ke dalam jargon, kehilangan arah, dan sulit dinilai pemangku kepentingan. Di sinilah pentingnya standar pelaporan.
GRI: Kerangka yang Fokus pada Dampak
GRI Standards adalah salah satu standar paling umum yang digunakan untuk pelaporan keberlanjutan. Fokus utamanya adalah dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial dari aktivitas perusahaan. Standar ini membantu organisasi menyusun laporan yang:
Baca: Pentingnya Faktor Lingkungan dalam ESG
- Terstruktur rapi,
- Mudah dibaca oleh berbagai pemangku kepentingan,
- Dan mencerminkan tanggung jawab perusahaan secara luas.
Sumber menjelaskan bahwa GRI tidak hanya memberi format, tapi juga kerangka pikir agar isi laporan benar-benar mencerminkan realitas operasional dan kontribusi perusahaan terhadap keberlanjutan.
(Sumber: ESG Intelligence)
ISSB: Menyatukan ESG dengan Laporan Keuangan
Sementara itu, ISSB (International Sustainability Standards Board) hadir dengan misi berbeda namun saling melengkapi. ISSB dirancang untuk menyatukan pelaporan keberlanjutan dengan laporan keuangan, agar investor dapat melihat hubungan antara isu keberlanjutan dan kinerja keuangan secara utuh.
ISSB menekankan pada pengungkapan yang relevan dengan risiko dan peluang keberlanjutan bukan hanya niat baik atau aktivitas CSR. Meskipun rincian kode standar seperti IFRS S1 dan S2 tidak dijelaskan dalam sumber, kerangka ISSB diposisikan sebagai panduan utama bagi perusahaan yang ingin laporan ESG-nya terkait langsung dengan pengambilan keputusan investor.
Kombinasi yang Realistis dan Relevan
Dalam praktiknya, banyak perusahaan memilih untuk menggabungkan kedua pendekatan ini. GRI digunakan untuk menjangkau publik dan menjelaskan dampak sosial-lingkungan secara luas. Sementara ISSB atau rujukan lain yang lebih investor-sentris digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara keberlanjutan dan kinerja bisnis.
Pendekatan kombinatif ini memberi keunggulan: laporan lebih bermakna, mudah dibaca, dan konsisten dari tahun ke tahun dua hal yang sangat dicari oleh pemangku kepentingan eksternal.
Penerapan ESG di Indonesia
Di Indonesia, penerapan ESG mulai bergerak dari sekadar wacana menuju praktik nyata. Sumber-sumber yang digunakan menekankan bahwa implementasi ESG sejati bukan hanya soal strategi di atas kertas, tapi soal bagaimana nilai-nilai keberlanjutan diterjemahkan langsung ke dalam kebijakan dan keputusan operasional sehari-hari.
Dari Kebijakan ke Aksi Nyata
Organisasi yang mengadopsi ESG secara serius akan menyelaraskan kebijakan perusahaan dengan tiga pilar utama:
- Environmental: Contohnya, pengelolaan limbah yang bertanggung jawab, pengurangan emisi karbon, serta efisiensi penggunaan energi dan air.
- Social: Termasuk program ketenagakerjaan yang adil, lingkungan kerja yang inklusif, dan perlindungan hak-hak pekerja.
- Governance: Mengedepankan tata kelola yang transparan, etis, serta pengambilan keputusan yang akuntabel.
Semua ini bukan hanya untuk “memenuhi tren,” tapi karena ESG terbukti meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan dan memperkuat kinerja jangka panjang perusahaan.
(Sumber: Prudential Indonesia, Indonesia Environment & Energy Center)
ESG dalam Konteks BUMN: Mengukur dan Memperbaiki Tata Kelola
Untuk BUMN, penerapan ESG seringkali diintegrasikan ke dalam program tata kelola dan manajemen risiko. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah pengukuran Risk Maturity Index indikator seberapa matang sistem manajemen risiko dalam suatu entitas.
Melalui proses pendampingan, BUMN menilai posisi mereka saat ini, lalu menyusun roadmap perbaikan yang konkret. Fokusnya adalah memperkuat tata kelola, membangun kapasitas organisasi, dan menjadikan manajemen risiko bagian integral dari strategi keberlanjutan.
Pendekatan ini memperlihatkan bahwa ESG di sektor publik bukan hanya slogan. Ia menjadi bagian dari transformasi kelembagaan yang nyata dan terukur.
Roadmap ESG dalam 90 Hari
Bagi banyak organisasi, menerapkan ESG terasa seperti pekerjaan besar yang sulit dimulai. Padahal, dengan pendekatan yang terstruktur dan realistis, Anda bisa mulai membangun fondasi ESG hanya dalam 90 hari pertama. Bagian ini merangkum langkah-langkah praktis dari sumber resmi dan dokumen kerja agar tim Anda bisa bergerak cepat tanpa kehilangan arah.
Hari 1–30: Diagnosa dan Penetapan Dasar
1. Pemetaan Pemangku Kepentingan & Isu Material
Langkah awal adalah memahami konteks Anda sendiri. Lakukan pemetaan pemangku kepentingan dan kumpulkan isu-isu yang dianggap penting—baik oleh internal organisasi maupun pihak eksternal.
Caranya bisa melalui diskusi terarah atau FGD (focus group discussion). Ini akan menjadi bahan untuk menyusun materiality assessment, yaitu proses menilai isu mana yang paling relevan dan berdampak terhadap keberlanjutan perusahaan.
Langkah ini adalah fondasi untuk menetapkan arah strategi ESG yang kontekstual.
2. Audit Awal Kebijakan & Data
Selanjutnya, tinjau kebijakan yang sudah ada—baik yang terkait lingkungan, sosial, maupun tata kelola. Identifikasi mana yang sudah sesuai prinsip ESG, mana yang perlu diperbarui, dan data apa saja yang sudah tersedia untuk diukur.
Gunakan kerangka pelaporan seperti GRI atau ISSB untuk membantu mengidentifikasi metrik yang relevan dan menentukan titik awal pengukuran.
ESG yang baik dimulai dari transparansi atas kondisi saat ini.
3. Bentuk Tim & Tetapkan Struktur Kerja
Pilih orang-orang dari berbagai fungsi HR, operasional, keuangan, legal, dan lainnya—untuk membentuk tim ESG lintas fungsi. Pastikan ada kejelasan peran, jadwal kerja, dan alur komunikasi.
Contoh struktur tim ESG biasanya mencakup:
- Koordinator ESG,
- Penanggung jawab isu lingkungan, sosial, dan tata kelola,
- Tim data dan pelaporan,
- Komite pengarah atau sponsor dari manajemen senior.
Dokumen kerja yang digunakan dalam proyek ESG BUMN juga menunjukkan pentingnya Terms of Reference (ToR) yang jelas untuk masing-masing peran.
Dengan tim yang tepat, ESG menjadi kerja kolektif—bukan sekadar tanggung jawab satu divisi.
Hari 31–60: Desain Kebijakan, Target, dan Data
Setelah tim terbentuk dan fondasi awal ditetapkan, saatnya merancang arah kebijakan ESG secara konkret.
1. Tetapkan Sasaran & Target ESG
Susun tujuan yang bisa diukur dan benar-benar relevan dengan industri serta strategi bisnis Anda. Pastikan target mencerminkan keseimbangan antara:
- Dampak terhadap lingkungan,
- Kesejahteraan dan inklusi sosial,
- Serta tata kelola yang transparan dan bertanggung jawab.
Sasaran yang baik bukan hanya ambisius, tapi juga bisa ditindaklanjuti.
2. Bangun Sistem Pengumpulan Data
Langkah berikutnya: tentukan indikator utama ESG dan bagaimana datanya akan dikumpulkan. Gunakan rujukan pelaporan (GRI, ISSB, dll.) sebagai kerangka.
Tentukan siapa yang bertanggung jawab untuk tiap indikator, dari mana data diambil, dan seberapa sering dilaporkan.
Transparansi dimulai dari kejelasan data bukan asumsi.
3. Susun Peta Jalan ESG
Rancang roadmap ESG Anda dengan horizon waktu jangka pendek, menengah, dan panjang. Contoh keluaran umum yang disusun pada fase ini meliputi:
- Blueprint strategi ESG,
- Peta jalan implementasi,
- Dan jika relevan, penghitungan emisi GRK Scope 1, 2, dan 3 sesuai kegiatan perusahaan.
Roadmap yang realistis akan membantu mengelola ekspektasi manajemen dan pemangku kepentingan.
Hari 61–90: Implementasi, Pelaporan Awal, dan Perbaikan
Tahap terakhir dalam fase 90 hari awal ini adalah bergerak dari rencana ke aksi nyata.
1. Jalankan Inisiatif ESG Awal
Lakukan program cepat yang bisa langsung dirasakan dampaknya baik dari sisi efisiensi biaya maupun keterlibatan tim, seperti:
- Pengurangan limbah produksi,
- Inisiatif efisiensi energi (lampu hemat, pengaturan suhu ruang),
- Program kesehatan dan keselamatan kerja.
Langkah kecil yang dilakukan konsisten akan membentuk perubahan budaya jangka panjang.
2. Susun Draf Laporan ESG Ringkas
Gunakan kerangka pelaporan yang Anda pilih (misalnya GRI atau ISSB) untuk menyusun draft awal laporan keberlanjutan. Sertakan:
- Ruang lingkup ESG,
- Metrik dan kinerja utama,
- Rencana perbaikan dan komitmen ke depan.
Dokumen awal ini menjadi titik referensi penting untuk pengembangan laporan di tahun-tahun berikutnya.
3. Minta Umpan Balik & Perbaiki
Setelah laporan awal siap, mintalah masukan dari pemangku kepentingan internal dan eksternal.
Pada perusahaan besar, tahap ini bisa dilengkapi dengan pengukuran tingkat kematangan manajemen risiko sebagai bagian dari siklus continuous improvement.
Prinsip ESG tidak berhenti pada pelaporan tapi berlanjut ke pembelajaran dan perbaikan.
4. Pertimbangkan Pelibatan Konsultan
Jika waktu terbatas atau organisasi Anda butuh dorongan ekstra, sumber menyarankan untuk mempertimbangkan:
- Mengundang konsultan ESG,
- Mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas ESG.
Pendampingan profesional bisa mempercepat proses sambil menjaga akurasi dan kepatuhan.
Checklist Prosedur dan Dokumen Kunci ESG di Indonesia
Area | Tujuan | Contoh keluaran |
---|---|---|
Asesmen materialitas | Menentukan isu prioritas ESG berdasarkan pemangku kepentingan | Laporan materialitas, ringkasan FGD, daftar isu material. |
Strategi dan peta jalan ESG | Menyelaraskan sasaran jangka pendek menengah panjang dengan strategi bisnis | Dokumen blueprint dan roadmap ESG. |
Perhitungan emisi GHG | Menentukan baseline emisi dan prioritas pengurangan | Perhitungan Scope 1, Scope 2, Scope 3 sesuai lingkup perusahaan. |
Kebijakan dan tata kelola | Memastikan akuntabilitas dan transparansi | Kebijakan lingkungan, sosial, etika, anti suap, mekanisme pelaporan. |
Pelibatan pemangku kepentingan | Membangun dialog dan validasi sasaran | Rencana komunikasi, notulen konsultasi, matriks tanggapan. |
Pelaporan dan pengungkapan | Menyajikan kinerja dan rencana perbaikan secara konsisten | Laporan ESG yang mengacu pada standar pelaporan. |
Rujukan pasar modal | Menyelaraskan ekspektasi investor | Tautan Nilai ESG emiten dan ringkasan kriteria publik BEI. |
Kesimpulan
ESG bukan proyek pencitraan atau komunikasi semata. Ia adalah bentuk kedewasaan manajerial—cara organisasi menyatukan nilai-nilai perusahaan dengan aksi nyata terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola.
Mulai Sekarang: Jadikan ESG Sebagai Sistem
Gunakan peta 90 hari yang telah disusun sebagai langkah awal. Evaluasi setiap kuartal, dan dokumentasikan perkembangan. Jika ingin bergerak lebih cepat dan terukur:
- Gunakan struktur kerja yang teruji, seperti kerangka pada TOR Roadmap ESG,
- Terapkan praktik governance berbasis data melalui pengukuran Risk Maturity Index (RMI),
- Dan bangun budaya keberlanjutan yang menyatu dalam proses bisnis, bukan hanya dalam laporan tahunan.
Mulailah dari yang paling nyata, ukur, belajar, lalu perbaiki. ESG bukan tujuan akhir—tapi jalan panjang yang terus diperbaiki bersama. Klik di sini untuk cari tahu lebih lanjut: ESG (Environmental, Social, and Governance)